Keterbelakangan mental menerangkan keadaan fungsi intelektual umum bertaraf subnormal yang dimulai dalam masa perkembangan individu dan berhubungan dengan terbatasnya kemampuan belajar maupun penyesuaian diri proses pendewasaan individu tersebut atau kedua-duanya. (Nelson, 2000). Menurut WHO (dikutip dari Menkes, 1990) Retardasi mental adalah kemampuan mental yang tidak mencukupi. Menurut Melly Budhiman Retardasi Mental ini memiliki kriteria sebagai berikut : 1.Fungsi intelektual umum di bawah normal (umumnya di bawah 70). 2.Terdapat kendala dalam perilaku adaptif sosial. 3.Gejalanya timbul dalam masa perkembangan yaitu di bawah usia 18 tahun. Bila ditinjau dari gejalanya Melly Budhiman (dikutip dari Soetjiningsih, 1994) membagi Retardasi Mental dalan : 1.Tipe Klinik Biasanya mudah dideteksi sejak dini, mempunyai penyebab organik dan kelainan fisik maupun mental yang diderita cukup berat. Kebanyakan anak ini memerlukan perawatan yang terus menerus dan perkembangannya sangat lambat. 2.Tipe Sosio Budaya Biasanya baru diketahui setelah anak mencapai usia sekolah. Penampilannya seperti anak normal, diagnosis Retardasi Mental baru ditegakkan setelah anak masuk sekolah dan ternyata tidak dapat mengikuti pelajaran. Tipe anak ini mempunyai taraf IQ golongan borderline dan Retardasi Mental ringan. Anak Retardasi Mental memiliki tingkat ketergantungan yang berbeda, tergantung level cacat mental (tingkat IQ) dan segberapa jauh proses optimalisasi yang dilakukan oranga tua atau pengasuhnya. Menurut nilai IQ nya, maka intelegensi seseorang dapat digolongkan sebagai erikut (dikutip dan Swaiman, 1989) : Nilai IQ Sangat Superior 130 atau lebih, Superior 120 – 129 ,Di atas rata-rata 110 – 119, Rata-rata 90 – 110, Retardasi Mental Borderline 70 – 79,Retardasi Mental Ringan (Mampu didik) 52 – 69, Retardasi Mental Sedang (Mampu latih) 36 – 51, Retardasi Mental Berat 20 – 35, Retardasi Mental Sangat Berat Di bawah 20 Klasifikasi anak Retardasi Mental menurut IQ (Nelson, 2000 adalah : 1.Mild Retardation, biasanya tingkat IQ 50-55 sampai dengan 68-70. Merupakan level yang umum. Anak dapat belajar keterampilan teoritis, dapat hidup mandiri dengan latihan khusus misalnya belajar ilmu hitung. Anak juga dapat mandiri seperti mandi, memakai baju sendiri. Anak dapat mencapai usia kejiwaan 8-12 tahun (usia sekolah). 2.Moderate Retardation IQ 35-40 sampai dengan 50-55 dapat belajar keterampilan merawat diri, latihan sosial dan kejuruan dasar lingkungan kerja yang terlindung. Usia kejiwaan anak adalah 3- 7 tahun (suaia prasekolah). 3.Sever Retardation IQ 20-25 sampai dengan 35-40 perlu pengawasan sepanjang sisa waktu lahir, dapat melakukan latihan khusus untuk mempelajari beberapa keterampilan diri. Usia kejiwaan anak biasanya Toddler. 4.Profound Retardation IW kurang dari 20-25. Tidak mampu belajar keterampilan merawat diri. Anak umumnya dilembagakan, usia kejiwaan usia bayi. Penjelasan di atas jelas menunjukkan tingkat ketergantungan anak Retardasi Mnetal lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang pertumbuhan dan perkembangan anak yang normal dan optimal. Anak Retardasi Mental dapat dikenali dari tanda sebagai berikut (Sacharin Rosa, 1990) : 1.Penampilan fisik tidak seimbang, misalnya kepala terlalu kecil/besar, mulut melongo, mata sipit/mongoloid, badan bungkuk. 2.Kecerdasan terbatas. 3.Tidak dapat mengurus diri sendiri tanpa bantuan orang lain sesuai usia. 4.Arah minat sangat terbatas kepada hal-hal yang terbatas, sederhana saja. 5.Perkembangan bahasa/bicara lambat. 6.Tidak ada/kurang sekali perhatian terhadap lingkungannya (pandangan kosong) dan perhatiannya labil, sering berpindah-pindah. 7.Koordinasi gerakan kurang, gerakan kurang terkendali. 8.Daya ingatannya lemah, emosi sangat miskin dan terbatas, apatis dan acuh tak acuh terhadap sekitarnya. 9.Sering ngiler/keluar cairan dari mulut. Secara garis besarnya faktor penyebab dapat dibagi 4 golongan (Soetjiningsih, 1994) yaitu : 1.Faktor geneitik Akibat kelainan kromosom : a.Kelainan jumlah kromosom misalnya trisomi – 21 atau dikenal Mongolia atau Syndrome Down. b.Kelainan bentuk kromosom. 2.Faktor Prenatal Dimaksudkan adalah keadaan tertentu yang telah diketahui ada sebelum atau pada saat kelahiran, tetapi tidak dapat dipastikan sebabnya. 3.Faktor Perinatal a.Proses kelahiran yang lama, misalnya Plasenta previa, ruptur tali umbilikus. b.Posisi janin yang abnormal seperti letak bokong atau melintang, anomalo uterus dan kelainan bentuk jalan lahir. c.Kecelakaan pada waktu lahir dan distress fatal. 4.Faktor Pascanatal a.Akibat infeksi (meningitis, ensefalitis, meningoesefaitis dan infeksi). b.Trauma kapitis dan tumor otak. c.Kelainan tulang tengkorak. d.Kelainan endokrin dan metabolik, keracunan pada otak serta faktor sosio budaya. Selengkapnya...

Dalam bisnis valas terdapat banyak istilah – yang di gunakan , jadi seandainya anda – anda semua berminat dalam menjalankan bisnis ini paling tidak tahu istilah – istilah yang sering di gunakan dalam bermain valas sehingga dalam annda dapat menjalankan transaksi dan menyusun strategi dengan baik.adapun istilah – istilah yang sering dijumpai antara lain : Broker : perantara transaksi valas, seorang trader selalu menggunakan jasa broker dalam bertransaksi valas. Trader : pelaku transaksi valas Order : permintaan transaksi ada 2 macam order beli ( buy ) dan order jual ( sell) Komoditi : pasangan valas yang di perdagangkan Pips atau point ; satuan terkecil dari gerakan harga valas Bid/ask : pasangan harga jua beli, bid adalah harga jual kita sebagai trader dan ask adalah harga jual kita sebagai trader. Lot : satuan jumlah atau volume untuk komoditi valas. Spread : selisih antara harga jual dan harga beli Account ; rekening. Jenis – jenis account dalam bertransaksi valas yaitu micro account ( minimum transaksi 0.01 lot ), mini account ( min trx 0.1 lot ), regular account ( min trx 1 lot ) Margin : dana jaminan untuk bisa melakukan transaksi valas. Deposit : jumlah dana yang di setorkan ke account kita Leverage : sebuah angka yang digunakan untuk menentukan besar kecilnya margin yang di gunakan untuk menentukan besar kecilnya margin yang dibutuhkan dalam melakukan sebuah transaksi valas. Ekuiti : jumlah dana yang siap untuk di jadikan margin atau jaminan. Open position : transaksi yang sedang berjalan. Close position : tindakan untuk menutup transaksi yang kita miliki Floating : potensi untung atau rugi dalam sebuah open posisi. Free margin : sisa dana kita yang masih bisa digunakan untuk membuka transaksi baru selain transaksi yang sedang berjalan Margin call : peringan dari broker karena margin yang kita miliki tidak cukup untuk melakukan transaksi Profit : keuntungan yang kita peroleh dari trnsaksi valas. Inject : tindakan menambah dana ke account supaya dapat melakukan transaksi valas Loss : kekalahan yang diperoleh dari transaksi valas Take profit: merealisasikan keuntungan Stop loos : tindakan merealisasikan kekalahan Swap : bunga yang kita bayar atau kita dapatkan dari transaksi terbuka yang kita miliki Komisi : jumlah dana yang harus kita bayar ke broker setiap kali melakukan transaksi beli – jual atau jual – beli Selengkapnya...
Bayi hipotermi adalah bayi dengan suhu badan dibawah normal. Adapun suhu normal bayi adalah 36,5-37,5 °C. Suhu normal pada neonatus 36,5-37,5°C (suhu ketiak). Gejala awal hipotermi apabila suhu <36°C atau kedua kaki & tangan teraba dingin. Bila seluruh tubuh bayi terasa dingin maka bayi sudah mengalami hipotermi sedang (suhu 32-36°C). Disebut hipotermi berat bila suhu <32°C, diperlukan termometer ukuran rendah (low reading thermometer) yang dapat mengukur sampai 25°C. (Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirahardjo, 2001). Disamping sebagai suatu gejala, hipotermi merupakan awal penyakit yang berakhir dengan kematian. (Indarso, F, 2001). Sedangkan menurut Sandra M.T. (1997) bahwa hipotermi yaitu kondisi dimana suhu inti tubuh turun sampai dibawah 35°C. Etiologi Penyebab terjadinya hipotermi pada bayi yaitu : 1)Jaringan lemak subkutan tipis. 2)Perbandingan luas permukaan tubuh dengan berat badan besar. 3)Cadangan glikogen dan brown fat sedikit. 4)BBL (Bayi Baru Lahir) tidak mempunyai respon shivering (menggigil) pada reaksi kedinginan. (Indarso, F, 2001). 5)Kurangnya pengetahuan perawat dalam pengelolaan bayi yang beresiko tinggi mengalami hipotermi. ( Klaus, M.H et al, 1998). Mekanisme hilangnya panas pada BBL Mekanisme hilangnya panas pada bayi yaitu dengan : 1Radiasi yaitu panas yang hilang dari obyek yang hangat (bayi) ke obyek yang dingin. 2)Konduksi yaitu hilangnya panas langsung dari obyek yang panas ke obyek yang dingin. 3)Konveksi yaitu hilangnya panas dari bayi ke udara sekelilingnya. 4)Evaporasi yaitu hilangnya panas akibat evaporasi air dari kulit tubuh bayi (misal cairan amnion pada BBL). (Indarso, F, 2001). Akibat-akibat yang ditimbulkan oleh hipotermi Akibat yang bisa ditimbulkan oleh hipotermi yaitu : 1)HipoglikemiAsidosis metabolik, karena vasokonstrtiksi perifer dengan metabolisme anaerob. 3)Kebutuhan oksigen yang meningkat. 4)Metabolisme meningkat sehingga pertumbuhan terganggu. 5)Gangguan pembekuan sehingga mengakibatkan perdarahan pulmonal yang menyertai hipotermi berat. 6)Shock. 7)Apnea. 8)Perdarahan Intra Ventricular. (Indarso, F, 2001). Pencegahan dan Penanganan Hipotermi Pemberian panas yang mendadak, berbahaya karena dapat terjadi apnea sehingga direkomendasikan penghangatan 0,5-1°C tiap jam (pada bayi < 1000 gram penghangatan maksimal 0,6 °C). (Indarso, F, 2001). Alat-alat Inkubator Untuk bayi < 1000 gram, sebaiknya diletakkan dalam inkubator. Bayi-bayi tersebut dapat dikeluarkan dari inkubator apabila tubuhnya dapat tahan terhadap suhu lingkungan 30°C. Radiant Warner Adalah alat yang digunakan untuk bayi yang belum stabil atau untuk tindakan-tindakan. Dapat menggunakan servo controle (dengan menggunakan probe untuk kulit) atau non servo controle (dengan mengatur suhu yang dibutuhkan secara manual). Pengelolaan Menurut Indarso, F (2001) menyatakan bahwa pengelolaan bayi hipotermi : (1)Bayi cukup bulan -Letakkan BBL pada Radiant Warner. -Keringkan untuk menghilangkan panas melalui evaporasi. -Tutup kepala. -Bungkus tubuh segera. -Bila stabil, dapat segera rawat gabung sedini mungkin setelah lahir bayi dapat disusukan. (2)Bayi sakit -Seperti prosedur di atas. -Tetap letakkan pada radiant warmer sampai stabil. Bayi kurang bulan (prematur) -Seperti prosedur di atas. -Masukkan ke inkubator dengan servo controle atau radiant warner dengan servo controle. (3)Bayi yang sangat kecil -Dengan radiant warner yang diatur dimana suhu kulit 36,5 °C. Tutup kepala. Kelembaban 40-50%. Dapat diberi plastik pada radiant warner. Dengan servo controle suhu kulit abdomen 36, 5°C. Dengan dinding double. - Kelembaban 40-50% atau lebih (bila kelembaban sangat tinggi, dapat dipakai sebagai sumber infeksi dan kehilangan panas berlebihan). Bila temperatur sulit dipertahankan, kelembaban dinaikkan. Temperatur lingkungan yang dibutuhkan sesuai umur dan berat bayi. Tabel 2.1 Temperatur yang dibutuhkan menurut umur dan berat badan neonatus Umur Berat Badan Neonatus <1200 gr 1201-1500 gr 1501-2500 gr > 2500 gr 0-24 jam 34-35,4 33,3-34,4 31,8-33,8 31-33,8 24-48 jam 34-35 33-34,2 31,4-33,6 30,5-33 48-72 jam 34-35 33-34 31,2-33,4 30,1-33,2 72-96 jam 34-35 33-34 31,1-33,2 29,8-32,8 4-14 hari 32,6-34 31-33,2 29 2-3 minggu 32,2-34 30,5-33 3-4 minggu 31,6-33,6 30-32,2 4-5 minggu 31,2-33 29,5-32,2 5-6 minggu 30,6-32,3 29,31,8 Sumber : Klaus, M,H et al. (1998). Penatalaksanaan Neonatus Resiko Tinggi : Mempertahankan Suhu Tubuh Untuk Mencegah Hipotermi Menurut Indarso, F (2001) menyatakan bahwa untuk mempertahankan suhu tubuh bayi dalam mencegah hipotermi adalah : (1)Mengeringkan bayi segera setelah lahir Cara ini merupakan salah satu dari 7 rantai hangat ; a.Menyiapkan tempat melahirkan yang hangat, kering dan bersih. b.Mengeringkan tubuh bayi yang baru lahir/ air ketuban segera setelah lahir dengan handuk yang kering dan bersih. c.Menjaga bayi hangat dengan cara mendekap bayi di dada ibu dengan keduanya diselimuti (Metode Kangguru). d.Memberi ASI sedini mungkin segera setelah melahirkan agar dapat merangsang pooting reflex dan bayi memperoleh kalori dengan : -Menyusui bayi. -Pada bayi kurang bulan yang belum bisa menetek ASI diberikan dengan sendok atau pipet. -Selama memberikan ASI bayi dalam dekapan ibu agar tetap hangat. e.Mempertahankan bayi tetap hangat selama dalam perjalanan pada waktu rujukan. f.Memberikan penghangatan pada bayi baru lahir secara mandiri. g.Melatih semua orang yang terlibat dalam pertolongan persalinan. Menunda memandikan bayi lahir sampai suhu tubuh normal Untuk mencegah terjadinya serangan dingin, ibu/keluarga dan penolong persalinan harus menunda memandikan bayi. a.Pada bayi lahir sehat yaitu cukup bulan, berat < 2500 gram, langsung menangis kuat, memandikan bayi ditunda 24 jam setelah kelahiran. Pada saat memandikan bayi, gunakan air hangat. b.Pada bayi lahir dengan resiko, keadaan umum bayi lemah atau bayi dengan berat lahir 2000 gram sebaiknya jangan dimandikan. Tunda beberapa hari sampai keadaan umum membaik yaitu bila suhu tubuh stabil, bayi sudah lebih kuat dan dapat menghisap ASI dengan baik. Menangani Hipotermi (1)Bayi yang mengalami hipotermi biasanya mudah sekali meninggal. Tindakan yang harus dilakukan adalah segera menghangatkan bayi di dalam inkubator atau melalui penyinaran lampu. (2)Cara lain yang sangat sederhana dan mudah dikerjakan setiap orang ialah metode dekap, yaitu bayi diletakkan telungkup dalam dekapan ibunya dan keduanya diselimuti agar bayi senantiasa hangat. (3)Bila tubuh bayi masih dingin, gunakan selimut atau kain hangat yang diseterika terlebih dahulu yang digunakan untuk menutupi tubuh bayi dan ibu. Lakukan berulangkali sampai tubuh bayi hangat. Tidak boleh memakai buli-buli panas, bahaya luka bakar. (4)Biasanya bayi hipotermi menderita hipoglikemia sehingga bayi harus diberi ASI sedikit-sedikit dan sesering mungkin. Bila bayi tidak dapat menghisap beri infus glukosa 10% sebanyak 60-80 ml/kg per hari. Selengkapnya...
Infeksi nosokomial adalah suatu infeksi yang terjadi di rumah sakit atau infeksi oleh kuman yang dapat selama berada di rumah sakit (Zulkarnain I, 1998 ). Infeksi nosokomial tidak saja menyangkut penderita tetapi juga yang kontak dengan rumah sakit termasuk staf rumah sakit, sukarelawan, pengunjung dan pengantar. Suatu Infeksi dikatakan di dapat rumah sakit apa bila : 1)Pada waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit tidak didapatkan tanda-tanda klinik dari infeksi tersebut. 2)Pada waktu penderita dirawat di rumah sakit tidak sedang dalam masa inkubasi dari infeksi tersebut. 3) Tanda-tanda klinik tersesut baru timbul sekurang-kurangnya setelah 3 x 24 jam sejak dimulainya perawatan. 3)Infeksi tersebut bukan merupakan sisa dari infeksi sebelumnya. 4)Bila saat mulai dirawat di rumah sakit sudah terdapat tanda-tanda infeksi dan dapat dibuktikan infeksi tersebut didapat penderita ketika dirawat di rumah sakit yang sama pada waktu lalu, serta belum pernah dilaporkan sebagai infeksi nosokomial (Hasbullah T, 1992). Cara penularan Infeksi Nosokomial Macam-macam penularan infeksi nosokomial bisa berupa : 1)Infeksi silang (Cross Infection) Disebabkan oleh kuman yang didapat dari orang atau penderita lain di rumah sakit secara langsung atau tidak langsung. 2)Infeksi sendiri (Self infection,Auto infection) Disebabkan oleh kuman dari penderita itu sendiri yang berpindah tempat dari satu jaringan kejaringan lain. 3)Infeksi lingkungan (Enverenmental infection) Disebabkan oleh kuman yang berasal dari benda atau bahan yang tidak bernyawa yang berada di lingkungan rumah sakit. Misalnya : lingkungan yang lembab dan lain-lain (Depkes RI 1995). Menurut Jemes H,Hughes dkk yang dikutip oleh Misnadiarli 1994 tentang model cara penularan, ada 4 cara penularan infeksi nosokomial yaitu : 1)Kontak langsung antara pasien dan personil yang merawat atau menjaga pasien 2)Kontak tidak langsung ketika obyek tidak bersemangat/kondisi lemah dalam lingkungan menjadi kontaminasi dan tidak didesinfeksi atau sterilkan, sebagai contoh perawatan luka paska operasi. 3)Penularan cara droplet infection dimana kuman dapat mencapai keudara (air borne). 4)Penularan melalui vektor yaitu penularan melalui hewan/serangga yang membawa kuman. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi nosokomial. Infeksi pada dasarnya terjadi karena interaksi langsung maupun tidak langsung antara penderita (host) yang rentan mikroorganisme yang infeksius dan lingkungan sekitarnya (Environment). Faktor-faktor yang saling mempengaruhi dan saling berhubungan disebut rantai infeksi sebagai berikut : 1)Adanya mikroorganisme (Agent) yang infeksius mikroba penyebab infeksi dapat berupa bakteri, virus, jamur maupun parasit. Penyebab utama infeksi nosokomial biasanya bakteri dan virus dan kadanga-kadang jamur dan jarang oleh parasit. Peranannya dalam infeksi nosokomial tergantung antara lain dari patogenesis atau virulensi dan jumlahnya. 2)Adanya portal of exit/pintu keluar. Portal of exit mikroba dari manusia biasanya melalui satu tempat, meskipun dapat juga dari beberapa tempat. Portal of exit yang utama adalah saluran pernapasan, daluran cerna dan saluran urogenitalia. 3)Adanya porta of entry / Pintu masuk Tempat masuknya kuman dapat melalui kulit, dinding mukosa, saluran cerna, saluran pernafasan dan saluran urogenitalia. Mikroba yang terinfesius dapat masuk ke saluran ceran melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi seperti: E.coli, Shigella. Mikroba penyebab rubella dan toxoplasmosis dapat masuk ke host melalui placenta. 4)Terdapatnya cara penularan. Penularan atau transmission adalah perpindahan mikroba dari source ke host. Penyebaran dapat melalui kontak, lewat udara dan vektor. Cara penularan yang paling sering terjadi pada infeksi nosokomial adalah dengan cara kontak. Pada cara ini terdapat kontak antara korban dengan sumber infeksi baik secara langsung, tidak langsung maupun secara droplet infection. 5)Penderita (host) yang rentan. Masuknya kuman kedalam tubuh penderita tidak selalu menyebabkan infeksi. Respon penderita terhadap mikroba dapat hanya infeksi subklinis sampai yang terhebat yaitu infeksi berat yang dapat menyebabkan kematian. Yang memegang peranan sangat penting adalah mekanisme pertahanan tubuh hostnya. Mekanisme pertahana tubuh secara non spesifik antara lain adalah kulit, dinding mukosa dan sekret, kelenjar-kelenjar tubuh. Mekanisme pertahanan tubuh yang spesifik timbul secara alamia atau bantuan , secara alamia timbul karena pernah mendapat penyakit tertentu, seperti poliomyelitis atau rubella. Imunitas buatan dapat timbul secara aktif karena mendapat vaksin dan pasif karena pemberian imuneglobulin (Serum yang mengandung antibodi). Lingkungan sangat mempengaruhi rantai infeksi sebagai contoh tindakan pembedahan di kamar operasi akan lebih kecil kemungkinan mendapatkan infeksi luka operasi dari pada dilakukan ditempat lain. ( Wirjoadmodjo B 1993 ). Selain pembagian faktor-faktor diatas, infeksi nosokomial juga dipengaruhi oleh faktor eksogen dan endogen. Faktor endogen adalah faktor yang ada didalam tubuh penderita sendiri antara lain umur, jenis kelamin, daya tahan tubuh dan kondisi lokal. Faktor eksogen adalah faktor dari luar tubuh penderita berupa lamanya penderita dirawat, kelompok yang merawat, lingkungan, peralatan tehnis medis yang dilakukan dan adanya benda asing dalam tubuh penderita yang berhubungan dengan udarah luar (Roeshadi Joko,1991). Kondisi-kondisi yang mempermudah terjadinya Infeksi nosokomial Infeksi nosokomial mudah terjadi karena adanya beberapa keadaan tertentu : 1.Rumah sakit merupakan tempat berkumpulnya orang sakit/pasien, sehingga jumlah dan jenis kuman penyakit yang ada lebih penyakit dari pada ditempat lain. 2.Pasien mempunyai daya tahan tubuh rendah, sehingga mudah tertular. 3.Rumah sakit sering kali dilakukan tindakan invasif mulai dari sederhana misalnya suntukan sampai tindakan yang lebih besar, operasi. Dalam melakukan tindakan sering kali petugas kurang memperhatikan tindakan aseptik dan antiseptik. 4.Mikroorganisme yang ada cenderung lebih resisten terhadap antibiotik, akibat penggunaan berbagai macam antibiotik yang sering tidak rasional. 5.Adanya kontak langsung antara pasien atau petugas dengan pasien, yang dapat menularkan kuman patogen. 6.Penggunaan alat-alat kedokteran yang terkontaminasi dengan kuman (Farida Betty, 1999) Sumber infeksi nosokomial dapat berasal dari pasien, petugas rumah sakit, pengunjung ataupun lingkungan rumah sakit. Selain itu setiap tindakan baik tindakan invasif maupun non invasif yang akan dilakukan pada pasien mempunyai resiko terhadap infeksi nosokomial. Adapun sumber infeksi tindakan invasif (operasi) adalah : 1.Petugas : -Tidak/kurang memahami cara-cara penularan -Tidak/kurang memperharikan kebersihan perorangan -Tidak menguasai cara mengerjaklan tindakan -Tidak memperhatikan/melaksanakan aseptik dan antiseptik -Tidak mematuhi SOP (standar operating procedure) -Menderita penyakit tertntu/infeksi/carier 2.Alat : -Kotor -Tidak steril -Rusak / karatan -Penyimpangan kurang baik 3.Pasien: -Persiapan diruang rawat kurang baik -Higiene pasien kurang baik -Keadaan gizi kurang baik (malnutrisi) -Sedang mendapat pengobatan imunosupresif 4.Lingkungan -Penerangan/sinar matahari kurang cukup -Sirkulasi udarah kurang baik -Kebersihan kurang (banyak serangga, kotor, air tergenang) -Terlalu banyak peralatan diruangan -Banyak petugas diruangan (Farida Betty, 1999. hal:11) Penyabab Infeksi nosokomial Mikroorganisme penyebab infeksi dapat berupa : bakteri, virus, fungi dan parasir, penyebab utamanya adalah bakteri dan virus, kadang-kadang jamur dan jarang disebabkan oleh parasit. Peranannya dalam menyebabkan infeksi nosokomial tergantung dari patogenesis atau virulensi dan jumlahnya. Patogenesis adalah kemampuan mikroba menyebabkan penyakit, patogenitas lebih jauh dapat dinyatakan dalam virulensi dan daya invasinya. Virulensi adalah pengukuran dari beratnya suatu penyakit dan dapat diketahui dengan melihat morbiditas dan derajat penularan, Daya invasi adalah kemampuan mikroba menyerang tubuh. Jumlah mikroba yang masuk sangat menentukan timbul atau tidaknya infeksi dan bervariasi antara satu mikroba dengan mikroba lain dan antara satu host dengan host yang lain (Wirjoatmodjo B, 1993). Yang perlu diperhatikan dalam pencegahan Infeksi nosokomial luka Operasi : 1.Sebelum masuk rumah sakit -Pemerikasaan dengan pengobatan pasien untuk persiapan operasi agar dilakukan sebelum pasien masuk/dirawat di rumah sakit. -Perbaikan keadaan pasien, misalnya gizi, penyakit DM. 2.Sebelum operasi Pasien operasi dilakukan dengan benar sesuai dengan prosedur, misalnya pasien harus puasa, desinfeksi daerah operasi, klimas dan lain-lain. 3.Pada wantu operasi -Semua petugas harus mematuhi peraturan kamar operasi. -Bekerja sesuai SOP (standar operating procedur) -Perhatikan wantu/lama operasi. 4.Paska operasi Perhatikan perawatan alat-alat Bantu yang terpasang sesudah operasi seperti : kateter, infus, dan lain-lain (Farida Betty, 1999) Selengkapnya...
Infeksi adalah berhubungan dengan berkembang-biaknya mikroorganisme dalam tubuh manusia yang disertai dengan reaksi tubuh terhadapnya (Zulkarnain Iskandar, 1998 ). Patofisiologi Infeksi. Reaksi tubuh dapat berupa reaksi lokal dan dapat pula terjadi reaksi umum. Pada infeksi dengan reaksi umum akan melibatkan syaraf dan metabolik pada saat itu terjadi reaksi ringan limporetikularis disuluru tubuh, berupa proliferasi sel fagosit dan sel pembuat antibodi (limfosit B). Kemudian reaksi lokal yang disebut inflamasi akut, reaksi ini terus berlangsung selama menjadi proses pengrusakan jaringan oleh trauma. Bila penyebab pengrusakan jaringan bisa diberantas, maka sisa jaringan yang rusak disebut debris akan difagositosis dan dibuang oleh tubuh sampai terjadi resolusi dan kesembuhan. Bila trauma berlebihan, reksi sel fagosit kadang berlebihan sehingga debris yang berlebihan terkumpul dalam suatu rongga membentuk abses atau bekumpul dijaringan tubuh yang lain membentuk flegman (peradangan yang luas dijaringan ikat).(Sjamsuhidajat R, 1997 ). Gambaran klinis. Gambaran klinis infeksi pasca bedah adalah : Rubor (kemerahan), kalor (demam setempat) akibat vasodilatasi dan tumor (benngkak) karena eksudasi. Ujung syaraf merasa akan terangsang oleh peradangan sehingga terdapat rasa nyeri (dolor). Nyeri dan pembengkan akan mengakibatkan gangguan faal, dan reaksi umum antara lain berupa sakit kepala, demam dan peningkatan denyut jantung (Sjamsuhidajat R. 1997). Etiologi Infeksi Beberapa kuman gram positif (stroptokokus, stapilokokus) garam negatif (Enterobakrerium, pseudomonas) kuman anaerob (klostrodium, bakriodes, blasto-mikosis) dan virus (Hepatitis, herpes, poliomyelitis) .(Sjamsuhidajat,1997). Selengkapnya...
Menurut Purnaman, dkk. (1992) mengemukakan bahwa apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendik atau umbai cacing Sabiston (1992) berpendapat bahwa apendisitis adalah suatu penyakit prototipe yang berlanjut melalui peradangan, obstruksi, dan iskhemia didalam rangka waktu penyakit dalam perjalanan waktu penyakit. Dari pendapat diatas dapat disimpulkan apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendisitis atau umbai cacing yang disebabkan obstruksi dan infeksi yang berlangsung dalam tahapan yang bervariasi dalam gejala yang berbeda. Tanda dan gejala. Menurut Gibson J. (1992) tanda dan gejala yang sering timbul pada pasien apendisitis meliputi rasa sakit didaerah epigastrium, daerah periumbilikus atau daerah mc -Burney (daerah sepertiga jarak antara pusat dan spina iliaka anterior superior kanan). Terlihat pasien tampak sakit dan menghindari pergerakan di perut yang nyeri, adanya nyeri tekan pada tempat yang sakit, mual dan muntah serta suhu badan dan denyut nadi meningkat. Patofisiogi. Sabiston (1992) mengemukakan bahwa proses peradangan dapat disebabkan atau dipengaruhi oleh 4 (empat) faktor yaitu : (1).Adanya isi lumen. (2).Derajat sumbatan yang terus menerus, (3).Sekresi mulut yang terus menerus. (4).Sifat yang inelaktis atau tidak lentur dari mukosa apendiks. Soelarto Reksoprodjo, dkk (1995) berpendapat dasar terjadinya apendisitis mula – mula disebabkan sumbatan dan obstruksi apendiks, menyebabkan mukus yang diproduksi secara terus – menerus sehingga semakin lama mukus yang terbendung makin banyak dan menumpuk, dalam lumen meningkat, dan selanjutnya dengan invasi dari bakteri yang virulen akan menyebabkan mukus menjadi pus, adanya sekresi mukosa yang terus menerus dan sifat tidak elatisnya, atau in elastis dari jaringan serosa menyebabkan tekanan dalam lumen makin meninggi, sehingga tekanan yang tinggi ini mengganggu aliran knife mengakibatkan edema pada apendisitis yang tersebut fase fokal apendisitif akut. Keluhan timbul biasanya sakit viseral hal ini karena persyaratan apendiks sama dengan usus yaitu nurvus torakalis x, persyaratan para simpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesentrika superior dan arteri apendikularis sedangkan simpatis berasal dari nervus torakalis x . (Syamsuhidajat, 1996 ; 866). Biasanya fase ini disertai rasa mual dan muntah. Tingkat selanjutnya akibat peningkatan tekanan lumen. Akibat sekresi yang terus menerus mengakibatkan terganggunya aliran linfe menimbulkan gangguan yaitu penyumbatan vena sehingga terjadinya trombosit dan iskhemia fase ini disebut apendisitis superatif akut. Setelah mukosa tervena, menyusul serosa juga terinvasi mengakibatkan iritasi, akan merangsangg peritoniumm pariental sehingga pasien mengalami perpindahan nyeri somatis yang khas untuk apendisitis yaitu nyeri di perut kanan bawah dititik MC. Burney. Nyeri somatis yang terlokalisasi merupakan suatu ancaman bila tidak dilakukan pengobatan, arteri bisa terjadi nevrosis, dan bila nevrosis disertai pembentukan nanah yang berlebihan dan kemudian diikuuti terjadinya gangguan yangg disebut fase apendisitis ganggrenosa. Pada fase ini dapat timbul komplikasi dimana dinding apendiks menjadi rapuh dan pecah sehigga terjadi perforasi, dan bila tidak diketemukan timbul masa lokal tersebut berisi nanah disebut apendisitis abses dan apabila gejala hilang timbul dikemudian hari akan berakibat terjadinya apendisitis kronik. Selengkapnya...
Osteoporosis adalah kondisi dimana terjadi peningkatan porositas dari tulang. Atau dengan kata lain adalah sugresif dari masa tulang, sehingga memudahkan terjadinya patah tulang (Albright JA, 1979). Bagian tulang yang umumnya diserang adalah (Djoko Roeshadi, 2001): Pada tulang radius distal, Pada tulang vertebrae, Pada tulang kollum femur / pelvis Pembagian Osteoporosis Chehab Rukmi Hylmi (1994) membagi osteoporosis sebagai berikut : 1. Osteoporosis Primer 2. Osteoporosis Sekunder 3. Osteoporosis Idiopatic Osteoporosis Primer Osteoporosis primer adalah suatu osteoporosis yang tidak diketahui penyebabnya dengan jelas ini merupakan kelompok terbesar. Osteoporosis primer dibagi menjadi : Type I Osteoporosis yang timbul pada wanita post menoupouse Type II Osteoporosis yang terdapat pada kedua jenis kelamin dengan usia yang semakin bertambah (senilis) Osteoporosis Sekunder Osteoporosis sekunder adalah suatu osteoporosis yang diketahui penyebabnya jelas. Biasanya disebabkan oleh : 1.Endcrine disease 2.Nutritional causes 3.Drugs Osteoporosis Idiopatic Yang dimaksud dengan osteoporosis jenis ini adalah terjadinya pengurangan masa tulang pada : 1.Juvenile 2.Adolesence 3.Wanita pra menoupouse 4.Laki-laki berusia muda /pertengahan 5.osteoporosis jenis ini lebih jarang terjadi. Patofisiologi Osteoporosis Sel tulang terdiri atas osteoblas, osteossit dan osteoclas yang dalam aktifitasnya mengatur homeostasis kalsium yang tidak berdiri sendiri melainkan saling berinteraksi. Homeostasis kalsium pada tingkat seluler didahului penyerapan tulang oleh osteoclas yang memerlukan waktu 40 hari disusul fase istirahat dan kemudian disusul fase pembentukan tulang kembali oleh osteoblas yang memerlukan waktu 120 hari Dalam penyerapannya osteoclas melepas transforming Growth Factor yang merangsang aktivitas awal osteoblas dalam keadaan normal kwantitas dan kwalitas penyerapan tulang oleh osteoclas sama dengan kwantitas dan kwalitas pembentukan tulang baru oleh osteoclas. Pada Osteoporasis penyerapan tulang lebih banyak dari pada pembentukan baru (Djoko Roeshadi, 2001). Gejala dan Tanda Osteoporosis Pada awalnya penyakit ini tidak menimbulkan gangguan apapun. Namun dalam kondisi yang sudah parah gambaran klinik osteoporosis adalah sebagai berikut (Djoko R, 2001) 1.Nyeri 2.Tinggi badan berkurang /memendek Dalam mendiagnosis osteoporosis tidak hanya berdasarkan pemeriksaan klinik serta radiologis saja. Dengan pemeriksaan penunjang yaitu BMD (Bone Mineral Density) dan DEXA (Dual Energy X-Ray Absorpsiometry) diagnosis osteoporosis menjadi lebih pasti. Faktor Resiko Osteoporosis Dikenal beberapa faktor resiko untuk terjadinya osoteoporosis. Faktor resiko ini dibagi menjadi dua (R. Prayitno Prabowo, 2001). 1.Faktor resiko yang tidak bisa dirubah -Usia -Jenis kelamin -Ras -Riwayat Keluarga /keturunan -Bentuk tubuh 2.Faktor resiko yang dapat dirubah -Merokok -Alcohol -Defisiensi vitamin d -Kafein -Gaya hidup -Gangguan makan (anoreksia vervusa) -Defisiensi esterogen pada menoupouse alami atau menoupouse karena operasi -Penggunaan obat-obatan tertentu seperti : •Diuretik •Glukoortikoid •Anti konvulsan •Hormon tiroid berlebihan Sesuai dengan tujuan penelitian, maka pembahasan mengenai faktor resiko akan dibatasi pada merokok, alcohol, menoupouse, kafein, latihan, umur, jenis kelamin, keturunan. *Merokok Gaya hidup modern, tang telah melegalkan wanita merokok di depan umum, semakin membuka banyaknya kasus osteoporosis Nikotin dalam rokok menyebabkan melemahnya daya serap sel terhadap kalsium dari darah ke tulang. Sehingga proses pembentukan tulang oleh osteoblast menjadi melemah (Djoko R, 2001). *Alkohol Dampak dari konsumsi alcohol pada osteoporosis berhubungan dengan jumlah alcohol yang dikonsumsi. Konsumsi yang berlebihan akan menyebabkan melemahnya daya serap sel terhadap kalsium dari darah ke tulang. (R. Prayitno, 2001). *Menopouse Di sini kadar esterogen menurun. Dengan menurunnya kadar esterogen resorbsi tulang menjadi lebih cepat, sehingga akan terjadi penurunan masa tulang yang banyak. Bila tidak segera diintervensi akan cepat terjadi osteoporosis (RP 2001). *Kafein Mengkonsumsi atau minum kopi diatas 3 cangkir per hari, menyebabkan tubuh selalu ingin kencing. Keadaan tersebut menyebabkan kalsium banyak terbuang bersama air kencing (Djoko R, 2001). *Latihan /aktivitas Imobilisasi dengan penurunan penyangga berat badan merupakan stimulus penting bagi resorppsi tulang. Beban fisik yang terintegrasi merupakan penentu dari puncak masa tulang (Bayu Santoso, 2001). *Umur- jenis kelamin – keturunan Dari segi usia pada laki-laki dan wanita usia diatas 40 tahun merupakan usia terkenaa osteoporosis. Sehingga sebelum mencapai usia ini, kekuatan dan gizi tulang harus selalu diperhatikan, agar penurunan kekuatan tulang tidak begitu curam. Dari perbedaan jenis kelamin dapat diketahui bahwa kerapuhan tulang banyak diderita oleh wanita yang menoupouse. Hal ini dikarenakan hormon esterogennya menurun drastis. Sejarah keluarga juga mempengaruhi penyakit ini, pada keluarga yang mempunyai sejarah osteoporosis, anak-anak yang dilahirkannya enderung akan mempunyai penyakit yang sama (Djoko R, 2001). Tata Laksana Tata laksana disini menurut Djoko Roeshadi dianjurkan untuk prevensi maupun pengobatannya. Tujuan prevensi adalah untuk mencegah terjadinya osteoporosis dengan menghindari atau mengurangi faktor resiko osteoporosis. Prevensi ini bisa dilakukan dengan melakukan penyuluhan terhadap penduduk, agar mereka dapat mengendalikan hal-hal yang dapat meningkatkan terjadinya ostreoporosis seperti misalnya : 1.Mencegah dan menghentikan kebiasaan seperti merokok dan minum alcohol 2.Mengatur diet yang baik / dengan benar seperti mengkonsumsi sayuran, susu tinggi kalsium dll. 3.Olah raga teratur Selengkapnya...
Infark Miokard (IM) adalah disebabkan oleh penurunan aliran darah melalui satu atau lebih arteri koroner, mengakibatkan iskemik miokard dan nekrosis (I Made Kariasa, 1993 ) Gambaran Klinik Infark miocard akut. Nyeri dada bagian kiri adalah keluhan pasien infark miocard yang paling sering tampil dan dalam beberapa hal dapat cukup gawat untuk dilukiskan sebagai nyari yang paling buruk yang pernah dialami pasien. Yang paling lazim dipakai dalam melihat nyeri pasien tersebut adalah berat, tekanan, menghancurkan. Sifat nyeri hampir serupa dengan angina pectoris tetapi lazimnya lebih gawat dan jauh lebih lama. Nyeri infark miocard sering diikuti kelemahan, berkeringat, mual , muntah, pusing dan ketakutan yang menyolok, nyeri biasanya terjadi saat pasien priode kegiatan. Meskipun nyeri adalah keluhan yang tampil, paling minimal 15–20% pasien infark miocard dapat terjadi tanpa nyeri. ( Kartoleksono. S ,1980,). Dalam banyak hal ciri yang menonjol dari penampilan pasien ialah reaksinya terhadap nyeri, Ketakutannya khas dan gelisah, berusaha meredakan nyerinya dengan bergerak-gerak ditempat tidur, berbelit-belit, mengeliat, berdahak atau berusaha muntah. Lazimnya pucat, sering bertalian dengan respirasi dan ekstrimitas-ekstrimitas dingin. Takut mati, perasaan ajal sudah dekat cepat marah pada penyakit atau menganggap perawatan yang tidak perlu , kkuatir tentang keluarga, kerja dan pengeluaran keuangan yang begitu banyak. Hasil pemeriksaan laboratorium yang sering dilakukan pada kasus infark miocard adalah Creatinine Phosphokinase (CPK ), Lactic dehydrogenase (LDH), Glutamic oxaloacetic transaminase (GOT). CPK-MB pada meningkat antara 4–6 jam, memuncak dalam 12 –24 jam dan kembali normal dalam 36–48 jam. Pemeriksaan LDH naik agak lebih lambat dan lebih lama yaitu memuncak pada 24–48 jam dan memakan waktu lama untuk kembali normal, biasanya hari keempat dan penurun terakhir pada hari ke sebelas. Pada gambaran EKG menunjukkan peninggian gelombang S-T, iskemia berarti penurunan atau datarnya gelombang T, menunjukkan cedera dan adanya gelombang Q berarti nekrosis. Komplikasi yang mungkin terjadi Banyak komplikasi dari miokard infark, namun hanya bebarapa yang ditulis diantaranya adalah ; Dysrhytmia ; 40-50% kematian miocard infark disebabkan kerusakan miocard. Cardiogenik shock juga tidak kalah tingginya, dimana pasien setelah (IM) terjadi shock dan 80% meninggal dunia. Gagal jantung dan oedema paru dan juga komplikasi lainnya. Penata laksanaan Sasaran pengobatan pada Infark Miocard Acuta (IMA) pertama dan yang paling penting adalah menghilangkan rasa sakit (nyeri) dan cemas. Kedua menurunkan kerja miokard. Ketiga mencegah dan mengobati sedini mungkin komplikasi yang akan terjadi. Istirahat, pemberian O2 , diet rendah kalori dan mudah dicerna dan pasang infus untuk siap gawat. Yang keempat adalah dengan cara meningkatkan kesehatan jantung, serta perawatan diri. Untuk pemberian therapi obat, diupayakan dengan cara kolaborasi dengan dokter ahli dan yang sipatnya emergensi dan dapat dilakukan perawat ICCU harus sudah ada protap ruang CCU dan dapat dipertanggung jawabkan dalam cara pemberian maupun cara pendokumentasiaan, misalnya pemberian oksigen. Selengkapnya...