ad

CEDERA KEPALA

Cedera kepala pada dasarnya dikenal dua macam mekanisme trauma yang mengenai kepala yakni benturan dan goncangan ( Gernardli and Meany 1996 ). Mekanisme Cedera Kepala Berdasarkan besarnya gaya dan lamanya gaya yang bekerja pada kepala manusia maka mekanisme terjadinya cidera kepala tumpul dapat dibagi menjadi dua : 1. Static loading Gaya langsung bekerja pada kepala, lamanya gaya yang bekerja lambat, lebih dari 200 milidetik. Mekanisme static loading ini jarang terjadi tetapi kerusakan yang terjadi sangat berat mulai dari cidera pada kulit kepala sampai pada kerusakan tulang kepala, jaringan dan pembuluh darah otak. (Bajamal A.H , 1999). 2. Dynamic loading Gaya yang bekerja pada kepala secara cepat (kurang dari 50 milidetik). Gaya yang bekerja pada kepala dapat secara langsung (impact injury) ataupun gaya tersebut bekerja tidak langsung (accelerated-decelerated injury). Mekanisme cidera kepala dynamic loading ini paling sering terjadi (Bajamal A.H , 1999). a. Impact Injury Gaya langsung bekerja pada kepala. Gaya yang terjadi akan diteruskan kesegala arah, jika mengenai jaringan lunak akan diserap sebagian dan sebagian yang lain akan diteruskan, sedangkan jika mengenai jaringan yang keras akan dipantulkan kembali. Tetapi gaya impact ini dapat juga menyebabkan lesi akselerasi-deselerasi. Akibat dari impact injury akan menimbulkan lesi : Pada cidera kulit kepala (SCALP) meliputi Vulnus apertum, Excoriasi, Hematom subcutan, 0Subgalea, Subperiosteum. Pada tulang atap kepala meliputi Fraktur linier, Fraktur distase, Fraktur steallete, Fraktur depresi. Fraktur basis cranii meliputi Hematom intracranial, Hematom epidural, Hematom subdural, Hematom intraserebral, Hematom intrakranial. Kontusio serebri terdiri dari Contra coup kontusio, Coup kontusio. Lesi difuse intrakranial, Laserasi serebri yang meliputi Komosio serebri, Diffuse axonal injury (Umar Kasan , 1998). b. Lesi akselerasi – deselerasi Gaya tidak langsung bekerja pada kepala tetapi mengenai bagian tubuh yang lain tetapi kepala tetap ikut bergerak akibat adanya perbedaan densitas antara tulang kepala dengan densitas yang tinggi dan jaringan otak dengan densitas yang lebih rendah , maka jika terjadi gaya tidak langsung maka tulang kepala akan bergerak lebih dahulu sedangkan jaringan otak dan isinya tetap berhenti, sehingga pada saat tulang kepala berhenti bergerak maka jaringan otak mulai bergerak dan oleh karena pada dasar tengkorak terdapat tonjolan-tonjolan maka akan terjadi gesekan antara jaringan otak dan tonjolan tulang kepala tersebut akibatnya terjadi lesi intrakranial berupa Hematom subdural, Hematom intraserebral, Hematom intraventrikel, Contra coup kontusio. Selain itu gaya akselerasi dan deselerasi akan menyebabkan gaya terikan ataupun robekan yang menyebabkan lesi diffuse berupa Komosio serebri, Diffuse axonal injury (Umar Kasan , 1998). Cidera Otak Primer Cidera otak primer adalah cidera otak yang terjadi segera cidera kepala baik akibat impact injury maupun akibat gaya akselerasi-deselerasi (cidera otak primer ini dapat berlanjut menjadi cidera otak sekunder) jika cidera primer tidak mendapat penanganan yang baik, maka cidera primer dapat menjadi cidera sekunder (Bajamal A.H, Darmadipura : 1993). Cidera pada SCALP Fungsi utama dari lapisan kulit kepala dengan rambutnya adalah melindungi jaringan otak dengan cara menyerap sebagian gaya yang akan diteruskan melewati jaringan otak. Cidera pada scalp dapat berupa Excoriasi, Vulnus, Hematom subcutan, Hematom subgaleal, Hematom subperiosteal. Pada excoriasi dapat dilakukan wound toilet. Sedangkan pada vulnus apertum harus dilihat jika vulnus tersebut sampai mengenai galea aponeurotika maka galea harus dijahit ( untuk menghindari dead space sedangkan pada subcutan mengandung banyak pembuluh darah demikian juga rambut banyak mengandung kuman sehingga adanya hematom dan kuman menyebabkan terjadinya infeksi). Penjahitan pada galea memakai benang yang dapat diabsorbsi dalam jangka waktu lama (tetapi kalau tidak ada dapat dijahit dengan benang noabsorbsable tetapi dengan simpul terbalik untuk menghindari terjadinya “druck necrosis” ), pada kasus terjadinya excoriasi yang luas dan kotor hendaknya diberikan anti tetanus untuk mencegah terjadinya tetanus yang akan berakibat yang sangat fatal. Pada kasus dengan hematom subcutaan sampai hematom subperiosteum dapat dilakukan bebat tekan kemudian berikan anlgesia, jika selama 2 minggu hematom tidak diabsorbsi dapat dilakukan punksi steril. Hati-hati cidera scalp pada anak-anak/bayi karena pendarahan begitu banyak dapat terjadi shock hipopolemik (Gennerellita ,1996). Fraktur linier kalvaria Fraktur linier pada kalvaria dapat terjadi jika gaya langsung yang bekerja pada tulang kepala cukup besar tetapi tidak menyebabkan tulang kepala “bending” dan terjadi fragmen fraktur yang masuk kedalam rongga intrakranial, tetapi tidak ada terapi khusus pada fraktur linier ini tetapi gaya yang menyebabkan terjadinya fraktur tersebut cukup besar maka kemungkinan terjadinya hematom intrakranial cukup besar, dari penelitian di RS Dr. Soetomo Surabaya didaptkan 88% epidural hematom disertai dengan fraktur linier kalvaria. Jika gambar fraktur tersebut kesegala arah disebut “Steallete fracture”, jika fraktur mengenai sutura disebut diastase fraktur (Bajamal AH ,1999). Fraktur Depresi Secara definisi yang disebut fraktur depresi apabila fragmen dari fraktur masuk rongga intrakranial minimal setebal tulang fragmen tersebut, berdasarkan pernah tidaknya fragmen berhubungan dengan udara luar maka fraktur depresi dibagi 2 yaitu fraktur depresi tertutup dan fraktur depresi terbuka (Bajamal AH, 1999). 1.Fraktur Depresi Tertutup Pada fraktur depresi tertutup biasanya tidak dilakukan tindakan operatip kecuali bila fraktur tersebut menyebabkan gangguan neurologis, misal kejang-kejang hemiparese/plegi, penurunan kesadaran. Tindakan yang dilakukan adalah mengangkat fragmen tulang yang menyebabkan penekanan pada jaringan otak, setelah mengembalikan dengan fiksasi pada tulang disebelahnya, sedangkan fraktur depresi didaerah temporal tanpa disertai adanya gangguan neurologis tidak perlu dilakukan operasi (Bajamal A.H ,1999). Fraktur Depresi Terbuka Semua fraktur depresi terbuka harus dilakukan tindakan operatif debridemant untuk mencegah terjadinya proses infeksi (meningoencephalitis ) yaitu mengangkat fragmen yang masuk, membuang jaringan devitalized seperti jaringan nekrosis benda-benda asing, evakuasi hematom, kemudian menjahit durameter secara “water tight”/kedap air kemudian fragmen tulang dapat dikembalikan ataupun dibuang, fragmen tulang dikembalikan jika Tidak melebihi “golden periode” (24 jam), durameter tidak tegang Jika fragmen tulang berupa potongan-potongan kecil maka pengembalian tulang dapat secara “mozaik” (Bajamal 1999). Fraktur Basis Cranii Faktur basis cranii secara anatomis ada perbedaan struktur didaerah basis cranii dan kalvaria yang meliputi pada basis caranii tulangnya lebih tipis dibandingkan daerah kalvaria, Durameter daerah basis lebih tipis dibandingkan daerah kalvaria, Durameter daerah basis lebih melekat erat pada tulang dibandingkan daerah kalvaria. Sehingga bila terjadi fraktur daerah basis mengakibatkan robekan durameter klinis ditandai dengan Bloody otorrhea, Bloody rhinorrhea, Liquorrhea, Brill Hematom, Batle’s sign, Lesi nervus cranialis yang paling sering N I, NVII dan NVIII. Diagnose fraktur basis cranii secara klinis lebih bermakna dibandingkan dengan diagnose secara radiologis oleh karena foto basis cranii posisinya “hanging foto”, dimana posisi ini sangat berbahaya terutama pada cidera kepala disertai dengan cidera vertebra cervikal ataupun pada cidera kepala dengan gangguan kesadaran yang dapat menyebabkan apnea. Adanya gambaran fraktur pada foto basis cranii tidak akan merubah penatalaksanaan dari fraktur basis cranii, Pemborosan biaya perawatan karena penambahan biaya foto basis cranii (Umar Kasan , 2000). PENANGANAN DARI FRAKTUR BASIS CRANII MELIPUTI : a. Cegah peningkatan tekanan intrakranial yang mendadak, misal cegah batuk, mengejan, makanan yang tidak menyebabkan sembelit. b. Jaga kebersihan sekitar lubang hidung dan lubang telinga, jika perlu dilakukan tampon steril (Consul ahli THT) pada bloody otorrhea/otoliquorrhea. c. Pada penderita dengan tanda-tanda bloody otorrhea/otoliquorrhea penderita tidur dengan posisi terlentang dan kepala miring keposisi yang sehat (Umar Kasan : 2000). Komosio Serebri Secara definisi komosio serebri adalah gangguan fungsi otak tanpa adanya kerusakan anatomi jaringan otak akibat adanya cidera kepala. Sedangkan secara klinis didapatkan penderita pernah atau sedang tidak sadar selama kurang dari 15 menit, disertai sakit kepala, pusing, mual-muntah adanya amnesi retrogrde ataupun antegrade. Pada pemeriksaan radiologis CT scan tidak didapatkan adanya kelainan (Bajamal AH : 1993). Kontusio Serebri Secara definisi kontusio serebri didefinisikan sebagai gangguan fungsi otak akibat adanya kerusakan jaringan otak, secara klinis didapatkan penderita pernah atau sedang tidak sadar selama lebih dari 15 menit atau didapatkan adanya kelainan neurologis akibat kerusakan jaringan otak seperti hemiparese/plegi, aphasia disertai gejala mual-muntah, pusing sakit kepala, amnesia retrograde/antegrade, pada pemerikasaan CT Scan didaptkan daerah hiperdens di jaringan otak, sedangkan istilah laserasi serebri menunjukkan bahwa terjadi robekan membran pia-arachnoid pada daerah yang mengalami contusio serebri yang gambaran pada CT Scan disebut “Pulp brain” (Bajamal A.H & Kasan H.U , 1993 ). Epidural Hematom (EDH = Epidural Hematom) Epidural Hematom adalah hematom yang terletak antara durameter dan tulang, biasanya sumber pendarahannya adalah robeknya Arteri meningica media (paling sering), Vena diploica (oleh karena adanya fraktur kalvaria), Vena emmisaria, Sinus venosus duralis. Secara klinis ditandai dengan adanya penurunan kesadaran yang disertai lateralisasi (ada ketidaksamaan antara tanda-tanda neurologis sisi kiri dan kanan tubuh) yang dapat berupa Hemiparese/plegi, Pupil anisokor,Reflek patologis satu sisi. Adanya lateralisasi dan jejas pada kepala menunjukkan lokasi dari EDH. Pupil anisokor/dilatasi dan jejas pada kepala letaknya satu sisi dengan lokasi EDH sedangkan hemiparese/plegi lataknya kontralateral dengan lokasi EDH, sedangkan gejala adanya lucid interval bukan merupakan tanda pasti adanya EDH karena dapat terjadi pada pendarahan intrakranial yang lain, tetapi lucid interval dapat dipakai sebagai patokan dari prognosenya makin panjang lucid interval makin baik prognose penderita EDH (karena otak mempunyai kesempatan untuk melakukan kompensasi). Pada pemeriksaan radiologis CT Scan didapatkan gambaran area hiperdens dengan bentuk bikonvek diantara 2 sutura. Terjadinya penurunan kesadaran, Adanya lateralisasi, Nyeri kepala yang hebat dan menetap tidak hilang dengan pemberian anlgesia. Pada CT Scan jika perdarahan volumenya lebih dari 20 CC atau tebal lebih dari 1 CM atau dengan pergeseran garis tengah ( midline shift ) lebih dari 5 mm. Operasi yang dilakukan adalah evakuasi hematom, menghentikan sumber perdarahan sedangkan tulang kepala dapat dikembalikan. Jika saat operasi tidak didapatkan adanya edema serebri sebaliknya tulang tidak dikembalikan jika saat operasi didapatkan duramater yang tegang dan dapat disimpan subgalea. Pada penderita yang dicurigai adanya EDH yang tidak memungkinkan dilakukan diagnose radiologis CT Scan maka dapat dilakukan diagnostik eksplorasi yaitu “Burr hole explorations” yaitu membuat lubang burr untuk mencari EDH biasanya dilakukan pada titik- titik tertentu yaitu Pada tempat jejas/hematom, pada garis fratur, pada daerah temporal, pada daerah frontal (2 CM didepan sutura coronaria), pada daerah parietal, pada daerah occipital. Prognose dari EDH biasanya baik, kecuali dengan GCS datang kurang dari 8, datang lebih dari 6 jam umur lebih dari 60 tahun (Bajamal A.H , 1999). Subdural hematom (SDH) Secara definisi hematom subdural adalah hematom yang terletak dibawah lapisan duramater dengan sumber perdarahan dapat berasal dari Bridging vein (paling sering), A/V cortical, Sinus venosus duralis. Berdasarkan waktu terjadinya perdarahan maka subdural hematom dibagi 3 meliputiSubdural hematom akut terjadi kurang dari 3 hari dari kejadian, Subdural hematom subakut terjadi antara 3 hari – 3 minggu, Subdural hematom kronis jika perdarahan terjadi lebih dari 3 minggu. Secara klinis subdural hematom akut ditandai dengan penurunan kesadaran, disertai adanya lateralisasi yang paling sering berupa hemiparese/plegi. Sedangkan pada pemeriksaan radiologis (CT Scan) didapatkan gambaran hiperdens yang berupa bulan sabit (cresent). Indikasi operasi menurut EBIC (Europebraininjuy commition) pada perdarahan subdural adalah Jika perdarahan tebalnya lebih dari 1 CM, Jika terdapat pergeseran garis tengah lebih dari 5 mm. Operasi yang dilakukan adalah evakuasi hematom, menghentikan sumber perdarahan. Bila ada edema serebri biasanya tulang tidak dikembalikan (dekompresi) dan disimpan subgalea. Prognose dari penderita SDH ditentukan dari GCS awal saat operasi, lamanya penderita datang sampai dilakukan operasi, lesi penyerta di jaringan otak serta usia penderita, pada penderita dengan GCS kurang dari 8 prognosenya 50 %, makin rendah GCS, makin jelek prognosenya makin tua pasien makin jelek prognosenya adanya lesi lain akan memperjelek prognosenya. Intracerebral hematom (ICH) Perdarahan intracerebral adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan otak biasanya akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak. Secara klinis ditandai dengan adanya penurunan kesadaran yang kadang-kadang disertai lateralisasi, pada pemeriksaan CT Scan didapatkan adanya daerah hiperdens yang indikasi dilakukan operasi jika Single, Diameter lebih dari 3 CM, Perifer, Adanya pergeseran garis tengah, Secara klinis hematom tersebut dapat menyebabkan gangguan neurologis/lateralisasi. Operasi yang dilakukan biasanya adalah evakuasi hematom disertai dekompresi dari tulang kepala. Faktor-faktor yang menentukan prognosenya hampir sama dengan faktor-faktor yang menentukan prognose perdarahan subdural (Bajamal A.H , 1999). CIDERA OTAK SEKUNDER Cidera otak sekunder yang terjadi akibat dari cidera otak primer yang tidak mendapat penanganan dengan baik (sehingga terjadi hipoksia) serta adanya proses metabolisme dan neurotransmiter serta respon inflamasi pada jaringan otak maka cidera otak primer berubah menjadi otak sekunder yang meliputi Edema serebri, Infrark serebri, Peningkatan tekanan intra kranial (Bajamal A.H , 1999). Edema serebri Adalah penambahan air pada jaringan otak / sel – sel otak, pada kasus cidera kepala terdapat 2 macam edema serebri Edema serebri vasogenik, Edema serebri sitoststik (Sumarmo Markam et.al ,1999). Edema serebri vasogenik Edema serebri vasoganik terjadi jika terdapat robekan dari “ blood brain barrier” (sawar darah otak ) sehingga solut intravaskuler (plasma darah) ikut masuk dalam jaringan otak (ekstraseluler) dimana tekanan osmotik dari plasma darah ini lebih besar dari pada tekanan osmotik cairan intra seluler. Akibatnya terjadi reaksi osmotik dimana cairan intraseluler, yang tekanan osmotiknya lebih rendah akan ditarik oleh cairan ekstra seluler keluar dari sel melewati membran sel sehingga terjadi edema ekstra seluler sedangkan sel-sel otak mengalami pengosongan (“shringkage”) ( Sumarmo Markam et.al ,1999). Edema serebri sitostatik Edema serebri sitostatik terjadi jika suplai oksigen kedalam jaringan otak berkurang (hipoksia) akibatnya terjadi reaksi anaerob dari jaringan otak (pada keadaan aerob maka metabolisme 1 mol glukose akan di ubah menjadi 38 ATP dan H2O). Sedangkan dalam keadaan anaerob maka 1 molekul glukose akan diubah menjadi 2 ATP dan H2O karena kekurangan ATP maka tidak ada tenaga yang dapat digunakan untuk menjalankan proses pompa Natrium Kalium untuk pertukaran kation dan anion antara intra selluler dan ekstraseluler dimana pada proses tersebut memerlukan ATP akibatnya Natrium (Na) yang seharusnya dipompa keluar dari sel menjadi masuk kedalam sel bersama masuknya natrium. Maka air (H2O) ikut masuk kedalam sel sehingga terjadi edema intra seluler (Sumarmo Markam et.al :1999). Gambaran CT Scan dari edema serebri Ventrikel menyempit, Cysterna basalis menghilang, Sulcus menyempit sedangkan girus melebar. Tekanan intra krania Compartment rongga kepala orang dewasa rigid tidak dapat berkembang yang terisi 3 komponen yaitu Jaringan otak seberat 1200 gram, Cairan liquor serebrospinalis seberat 150 gram, Darah dan pembuluh darah seberat 150 gram. Menurut doktrin Monroe – kellie, jumlah massa yang ada dalam rongga kepala adalah konstan jika terdapat penambahan massa (misal hematom, edema, tumor, abses) maka sebagian dari komponen tersebut mengalami kompensasi/bergeser, yang mula – mula ataupun canalis centralis yang ada di medullaspinalis yang tampak pada klinis penderita mengalami kaku kuduk serta pinggang terasa sakit dan berat. Jika kompensasi dari cairan serebrospinalis sudah terlampaui sedangkan penambahan massa masih terus berlangsung maka terjadi kompensasi kedua yaitu kompensasi dari pembuluh darah dan isinya yang bertujuan untuk mengurangi isi rongga intrakranial dengan cara ialahVaso konstriksi yang berakibat tekanan darah meningkat, Denyut nadi menurun (bradikardia), yang merupakan tanda awal dari peningkatan tekanan intrakranial, kedua tanda ini jika disertai dengan ganguan pola napas disebut “trias cushing”. Jika kompensasi kedua komponen isi rongga intrakranial sudah terlampaui sedangkan penambahan massa masih terus berlangsung maka jaringan otak akan melakukan kompensasi yaitu berpindah ketempat yang kosong (“locus minoris”) perpindahan jaringan otak tersebut disebut herniasi cerebri. Tanda - tanda klinis herniasi cerebri tergantung dari macamnya, pada umumnya klinis dari peningkatan tekanan intrakranial adalah Nyeri kepala, Mual, Muntah, Pupil bendung (Sumarmo Markam et.al ,1999).

0 comments:

Posting Komentar